Minggu, 22 Agustus 2010

WASPADAI BAHAYA TRAFFICKING DI SEKITAR KITA

Tahukah Anda, trafficking tidak hanya muncul di saat kondisi di sebuah daerah aman tenteram. Namun, paska-bencana juga berpotensi terjadi trafficking. Ini terjadi di Aceh paska-tsunami.

Kita tahu, tsunami terjadi pada 26 Desember 2004.Ribuan orang meninggal. Banyak suami yang kehilangan istri, begitu pula sebaliknya. Anak-anak menjadi korban dan banyak yang kehilangan orangtua mereka.Warga yang selamat tinggal di tenda-tenda pengungsian. Kondisi itulah yang rawan terjadinya trafficking.

Berikut ini saya perlihatkan sebuah komik berjudul Waspadai Bahaya Trafficking di Sekitar Kita. Komik ini diterbitkan oleh Koalisi Perempuan Indonesia pada April 2005, yang bekerjasama dengan International Organization for Migration (IOM) dan From the People of Japan sebagai sosialisasi pemahaman trafficking paska tsunami Aceh.

Lalu apa maksud saya menampilkan komik ini? Bukankah tsunami Aceh sudah lama terjadi dan sudah tidak ada lagi tenda-tenda pengungsian? Betul! Namun, komik ini sekadar mengingatkan kita agar mewaspadai bahaya trafficking paska bencana, bukan cuma di Aceh, tetapi bisa dimana saja, di seluruh Indonesia yang rawan bencana ini.

Selamat membaca!





















Sabtu, 21 Agustus 2010

AYU: INSPIRASI ANAK INDONESIA

Betapa senang hati saya begitu membaca berita di harian Suara Merdeka, Jawa Tengah edisi 20 Agustus 2010. Koran ini saya baca pas berada di atas kereta Agro Muria yang membawa saya pulang ke Jakarta. Di suplemen Semarang Metro halaman D di koran Suara Merdeka, ada berita tentang Ayu Septiayana (11). Sambil tersenyum, ia difoto dengan menunjukan trofi dan piagam.

Siapa itu Ayu Septiayana? Pasti Anda bingung dan bertanya-tanya: mengapa saya begitu bahagia?

Barangkali Anda belum lupa cerita Hughes ketika sempat melatih teman-teman cilik di hotel Tropical, Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Belum baca? Silahkan klik kisah saya tentang itu. Nah, saat itu saya melatih tujuh anak dalam rangka menseleksi seorang anak menjadi Kid Reporter Danone 2010. Seorang Kid Reporter yang dipilih ini nantinya akan diberangkatkan ke Afrika.




Sebelum diseleksi dan ditraining oleh saya soal pengetahuan public speaking-nya, calon Kid Reporter harus mengikuti berbagai tahapan seleksi. Ada ribuan peserta yang ikut dari berbagai pelosok Indonesia. Salah satu peserta ya Ayu itu.

Sungguh, Ayu bisa menjadi inspirasi bagi anak Indonesia. Kenapa? Dengan latar belakang keluarga yang tidak cukup kaya, ia berhasil mengalahkan anak-anak lain yang stratanya jauh di atas dirinya. Ini berkat kepercayaan diri Ayu yang luar biasa. Bayangkan! Ayahnya Heri Priyanto (50) berprofesi sebagai sopir taksi. Sedangkan ibunya Ananingsih (50) adalah ibu rumah tangga.

Baik pak Heri dan ibu Ningsih juga merupakan orangtua tauladan. Sebab, mereka tidak mengajarkan Ayu sebagai anak yang rendah diri, karena latar belakang keluarga. Ayu justru dididik menjadi cukup percaya diri, tetapi tetap rendah hati. Tak heran kalo kemudian pimpinan sanggar Edutainment TV (E-TV) Kholiq Puspito tidak lama mengasah Ayu menjadi presenter. Pria ini mempercayakan siswi SD Negeri Kartini 02 Semarang kelas 6 ini menjadi presenter acara Taman Beraksi Kita (Takita) di TVRI yang ditayangkan setiap Jumat pukul 15.30 wib. Selain acara Takita, Ayu juga sempat membintangi Film Televisi (FTV) episode Bayang-Bayang Putri dan beberapa reality show. Hebat ya?



Lewat pak Kholiq, Ayu dan anak-anak didik lain di E-TV didaftarkan ke ajang Kid Reporter Danone. Audisi tingkat Jawa Tengah (Jateng) berlangsung pada 6 Juli 2010 di Stadion Citarum. Dari audisi itu, Ayu berhasil mewakili kota Semarang untuk bergabung dengan teman-teman lain yang berhasil mewakili Makassar, Medan, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.

Pada 20 September besok, tepatnya setelah Idul Fitri, Ayu akan terbang ke Johannesberg, Afrika. Di kota itu, ia menjadi reporter cilik yang meliput kejuaraan sepakbola anak-anak Danone Nations Club 2010. Selain kejuaraan sepakbola tersebut, Ayu juga berkesempatan mewawancarai legenda sepakbola Perancis Zinedine Zidane.

Selamat buat Ayu!

Selasa, 17 Agustus 2010

SAY NO TO TRANSIT TKI

Tahukah Anda banyak "kedok" perdagangan manusia terutama kaum perempuan dengan modus TKI? Biasanya para agen menawarkan jasa sebagai penyalur tenaga kerja di Malaysia, eh tidak tahunya ketika sampai di negeri jiran itu, kaum perempuan kita dijadikan pelacur.

Ironis memang. Sudah tujuh tahun berkecimpung sebagai Duta Trafficking Nasional, pengalaman membuat saya tumbuh menjadi dewasa dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia yang berkedok TKI. Bahkan ada modus operandi baru, yakni umroh.

Modus baru ini termasuk modus perdagangan manusia jaringan internasional. Ngakunya agen umroh, eh ternyata calon peserta umroh malah dijual. Oleh karena itu, kalau mau umroh, khususnya perempuan, sebaiknya jangan berumur 18 tahun ke bawah. Juga tetap memegang paspor dan dokumen penting lainnya. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjebak dalam lingkaran perdagangan manusia yang semakin canggih. Ya, namanya juga manusia. Banyak akalnya.





Menurut data Organisasi International untuk Migrasi (IOM) tahun 2005 - 2010, peringkat pertama kasus perdagangan manusia di Provinsi Jawa Barat dengan korban 850 orang atau 22,76 persen, kemudian disusul Kalbar, 722 orang atau 19,33 persen.

Sedangkan urut ketiga, Jawa Timur sebanyak 461 atau 12,34 persen, disusul Jawa Tengah 428 orang atau 11,46 persen, Sumatera Utara 254 orang atau 6,80 persen, Nusa Tenggara Barat 237 orang atau 6,35 persen, Lampung 189 orang atau 5,06 persen, Nusa Tenggara Timur 163 orang atau 4,36 persen, Banten 81 orang atau 2,17 persen, Sumatera Selatan 72 orang atau 1,93 persen, Sulawesi Selatan 60 orang atau 1,61 persen, dan DKI Jakarta 61 orang atau 1,61 persen.

Sementara untuk perdagangan manusia internal atau domestik tertinggi di Kepulauan Riau 221 orang atau 32,08 persen. Provinsi Kalbar berada pada urutan keenam, yakni sebanyak 21 orang atau 3,05 persen.

Dahulu saya banyak berkecimpung menangani korban perdagangan manusia yang cukup merepotkan. Artinya, saya justru menangani para korban. Sekarang saya cenderung memilih pencegahan dengan kampanye berbentuk penyadaran kaum perempuan agar tidak terjebak dalam lingkaran tersebut. Artinya, sebelum menjadi koban, kita berusaha mencegahnya. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?

Pendidikan. Yap! Itulah bentuk pencegahan yang saya pilih sekarang. Melalui pendidikan, saya dan teman-teman dari Departemen Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Kementrian Pendidikan Nasional bisa melakukan kampanye anti-perdagangan manusia. Dengan pendidikan, kita bisa memberikan penyadaran, agar generasi penerus tidak berkeinginan menjadi TKI.

Belum lama ini, saya pergi ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Menurut data OIM, Provinsi Kalbar sudah berada di peringkat dua dalam kasus perdagangan manusia menurut. Bahkan sempat berada di urutan pertama. Itu bukan prestasi yang patut dibanggakan, lho.




Memang sih cuma transit bukan daerah yang menduduki peringkat pertama dalam perdagangan manusia seperti di Jawa Barat, tetapi manusia-manusia yang ingin “dijual” atau “didagangkan” pasti menggunakan fasilitas di tempat transit tersebut, entah itu penginapan atau kendaraan. Jadi hal tersebut harus tetap kita waspadai dan masyarakat perlu mencegah praktek perdagangan manusia di tempat transit ini.

Tahukah Anda mengapa Provinsi Kalbar rawan dijadikan jalur transit perdagangan manusia? Sebab, Kalbar memiliki lima kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Apalagi panjang perbatasan darat Kalbar - Sarawak sepanjang 875 kilometer mulai dari Kabupaten Sambas hingga Kapuas Hulu, dan puluhan jalan tikus (jalan setapak) yang sering dijadikan jalur ilegal.

Nah, sekarang Anda jadi tahu, bahwa baik jalur transit maupun daerah asal perdagangan manusia sama-sama bermasalah. Jadi, mari kita bersama-sama mengatakan SAY NO TO TRANSIT TKI!

Sabtu, 14 Agustus 2010

YUK! KITA MENDONGENG!

Kapan terakhir kali Anda mendongeng pada anak? Bagi keluarga sibuk, pertanyaan tersebut pasti bikin stres. Sebab, jangankan menyempatkan waktu membacakan cerita pada anak, terkadang mencuri waktu untuk istirahat di antara kesibukan pun rasanya sulit diwujudkan, ya kan?

Padahal anak-anak tidak butuh kesibukan Anda. Memang, kesibukan Anda bermuara pada keluarga. Bahwa bisnis atau pekerjaan yang Anda lakukan semata-mata demi menghidupi keluarga, termasuk anak-anak. Tapi barangkali Anda lupa, anak-anak tidak mengerti itu. Yang anak mengerti adalah orangtua mereka memiliki personal relationship atau tidak. Nah, salah satu personal relationship antara orangtua dan anak dengan cara mendongeng.











Seru banget! Acara di Gramedia Matraman, Sabtu (14/8) kemarin.

Mendongeng atau bercerita merupakan sebuah kegiatan yang biasa dilakukan sejak zaman dahulu kala. Tujuan mendongeng adalah menanamkan moral budi pekerti kepada anak-anak melalui cerita, entah itu cerita via lisan maupun melalui buku bacaan.

Di zaman modern seperti sekarang ini, sepertinya aktivitas mendongeng yang dilakukan oleh orangtua sudah lama hilang. Televisi menggantikan aktivitas ini. Anak-anak dibiarkan “didongengi” oleh media elektronik itu. Padahal aktivitas mendongeng di era globalisasi dan modernisasi ini masih sangat relevan alias tidak ketinggalan zaman. Apalagi pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan tentang character building. Nah, mendongeng bisa dijadikan sebagai alat atau sarana menyampaikan pesan moral dan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai positif kehidupan, tentunya dalam membentuk karakter seseorang, dalam hal ini anak-anak.


Teman-teman dari KPBA sedang mendongeng dengan salah satu teknik mendongeng yang kreatif.

Itulah kenapa mendongeng tetap penting. Mengingat pentingnya peran dongeng dalam pendidikan anak-anak, Grasindo bekerja sama dengan Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) mengadakan workshop yang diberi judul: Mastering Your Storytelling Skill. Keren kan?

Dalam workshop ini, peserta akan diajarkan bagaimana kiat agar kita dapat mendongeng dengan baik? Lalu bagaimana memilih buku dongeng yang sesuai dengan anak-anak? Kemudian bagaimana menyampaikan dongeng dengan alat peraga? Serta banyak pertanyaan seputar kegiatan dongeng anak akan dikupas tuntas. Oh iya, untuk workshop ini, Grasindo dan KPBA tidak tanggung-tanggung membawa pakar dongeng kelas dunia, yakni Dr. Margaret Read MacDonald. Sementara dari Indonesia akan menghadirkan Dr. Murti Nunanta, Ahli Sastra Anak dan Penulis Anak yang dikenal juga sebagai Direktur KPBA.

Sebelum workshop yang rencananya akan diselenggarakan pada Kamis, 19 Agustus 2010 di Gd. Kompas Gramedia Lt 7 itu, saya diminta menjadi MC di acara promosi workshop Mastering Your Storytelling Skill ini di Gramedia Matraman pada Sabtu, 14 Agutus 2010 kemarin. Wah, acaranya seru banget! Ada Pak Reden yang mempertunjukan kebolehannya bercerita dengan cara menggambar di whiteboard. Ada pula teman-teman dari KPBA yang juga memperlihatkan gaya mendongeng dengan kreatif, yakni dengan menggunakan gulungan kain, dimana di kain tersebut sudah dibentuk gambar-gambar sesuai cerita. Ketika bercerita, ada pemain musik yang mengiringi pendongeng.



Saya dan Dr. Margaret Read MacDonald, diapit oleh dua peserta anak yang hadir Sabtu kemarin: Anjani (kiri) dari SDN RSBI 12 Rawamangun dan Khaira(kiri)dari SD Islam At-Taqwa Rawamangun, Jakarta Timur.

Saya senang sekali dengan workshop yang akan dibawakan oleh Dr. Margaret ini. Pasti peserta akan belajar banyak dari sang ahli. Sekadar info, Dr. Margaret itu dikenal sebagai Ahli Dongeng asal Amerika Serikat. Ia mengajar storytelling di University of Washington Information School and Lesley University. Ia meraih dua gelar Master. Yang pertama Master of Educational Communications dari University of Hawaii dan yang kedua Master of Library Science dari University of Washington. Sementara gelar PhD-nya di bidang folklore diraih dari Indiana University.

Selama ini Dr. Margaret sudah melalanglang buana ke seluruh dunia untuk memberikan workshop mengenai storytelling. Perjalanan perempuan yang sudah menulis 55 buku anak ini dikasih nama Storytelling Tours. Negara-negara yang pernah mendapatkan ilmu storytelling-nya antara lain Australia, New Zealand, Borneo, China, Hong Kong, Japan, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand; Brazil, Argentina, Cuba, Austria, Republik Cekoslovakia, Perancis, Jerman, Hungaria, Luxemburg, Polandia, Republic Georgia, Kenya, Spanyol, Mexico, dan kini mampir ke Indonesia.


Pak Raden sedang mendongeng pada anak. Saya kagum dengan semangat beliau. Tetap semangat mendongeng.


Ternyata mendongeng itu bukan aktivitas jadul, tetapi masih cocok sampai kini. Banyak kreativitas yang muncul dalam mendongeng. So, sudah saatnya kita mendongengkan kembali pada anak. Anak-anak jangan sampai terlalu banyak didongengi oleh televisi dan film. Media visual tersebut bukanlah teman anak sesungguhnya. Kita sebagai orangtua lah yang wajib menjadi teman. Dongeng adalah salah satu bentuk pertemanan kita pada anak. Bukankah kita sayang pada anak-anak? Yuk kita mendongeng!

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Kamis, 12 Agustus 2010

I CHOOSE TO BE HAPPY!

Pendapat bahwa harta yang lebih besar, terlepas dari apa pun jenis harta itu, sudah dengan sendirinya mendatangkan kepuasan atau kebahagiaan adalah pendapat yang keliru. Tidak ada orang, tempat, atau benda yang bisa memberi kebahagiaan kepada kita. Mungkin mereka memberi alasan perasaan bahagia atau puas, tapi kegembiraan hidup datang dari batin.

(Genevieve Behrend, buku Your Invisible Power)

Seringkali kita merasa hancur, takkala apa yang kita miliki lepas dari genggaman kita. Kita juga akan merasa gagal, kala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan kita. Itulah kondisi yang belakangan ini tengah saya alami.

Saya jadi mudah sekali terenyuh dan bahkan menangis untuk sebuah kesedihan, yang seharusnya bukan menjadi porsi saya. Misalkan saja, ketika seorang perempuan bercerai dari suaminya, dimana suaminya itu menikah lagi dengan perempuan simpanannya dan menerlantarkan anak-anaknya, saya menangis.

Saya menjadi sedih, takkala perempuan itu harus bekerja keras, membanting tulang untuk menghidupi anak-anaknya. Ditambah cobaan lain, yakni kisah tentang penyakit akut yang dideritanya sejak si ibu masih remaja. Penyakit yang membuat kondisi kesehatannya menjadi tidak stabil. Yang membuat emosinya semakin drop. Saya turut merasakan kesedihan-kesedihan itu.

Saya menyaksikan si ibu menangis. Batinnya yang menjadi rapuh, emosional, dan kemudian melakukan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Sebuah buntut dari ketidakberdayaan mengelola emosinya yang tidak stabil itu. Menyedihkan sekali bukan? Apalagi kalau mengingat anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu. Mereka menjadi takut atas prilaku sang ibu.

Beberapa saat saya bisa mengajak si kecil bermain dan menghentikan tangisnya. Sebab, saya tak ingin mereka menjadi korban dari prilaku sang ibu. Namun, itu belumlah cukup, karena saya ingin membantu anak-anak yang tak berdosa ini dan memberi kehidupan yang lebih baik. Saya ingin mengajak mereka tinggal bersamaku, tetapi si ibu selalu menolak dan mengatakan:

”Biarkan kami miskin dan tidak berdaya. Yang penting kami bisa bersama-sama dan bahagia”.

Saya menjadi terperangah.

“Bahagia katanya? Bahagia untuk siapa?” tanyaku dalam hati.



Saat pulang ke rumah dan mengingat lagi peristiwa tadi, saya tidak dapat menahan air mata. Saya menangis terisak-isak. Sungguh, saya tidak mengerti jalan pikiran orang-orang seperti itu. Mereka bilang bahagia, tetapi ada anak-anak yang menjadi korban.

Kekasihku biasanya tertawa geli melihatku. Ia pasti berpikir, buat apa memikirkan orang lain yang tidak mau dipikirkan? Biasanya ia selalu menggodaku. Hebatnya, godaannya membuat saya kembali “normal” dan saya tertawa kembali.

“Itulah kalo cinta yang terikat oleh materi,” ujar kekasihku yang juga menjadi sahabat terbaik hidupku ini. “Setiap orang sudah menjadi bagian penting dari alam semesta. Setiap orang telah mengambil perannya sendiri dari lingkaran keseimbangan alam semesta. Termasuk kamu. Kamu juga adalah bagian dari lingkaran itu.”

Lanjut kekasihku ini, kita harus memilih apakah mau berbahagia atau lebih suka bersedih atas keadaan mereka. Memang, hidup adalah sebuah pilihan. Menjadi bahagia adalah sebuah pilihan. Apakah kesedihan kita akan megubah sesuatu? Apakah air mata dan kesedihan itu akan menjadi baik untuk jiwa dan raga kita? Itu harus kita renungkan. Di saat kita terlarut, menangis, marah dan bersedih, hitunglah berapa banyak sel dalam tubuh kita yang rusak? Camkanlah dampak bagi kesehatan kita sendiri. Rugi bukan?

Saat kita menarik kesedihan, masuk ke dalam tubuh dan jiwa kita, maka serentetan kesedihan menanti. Kecemasan yang kita biarkan, akan merajalela dan itu akan menarik lebih banyak kecemasan. Kenapa kita tidak katakan saja, aku bersyukur boleh melihat dan merasakan kondisi ini. Namun, satu-satunya kebaikan yang aku harus lakukan adalah, tidak ikut tercebur dalam kesedihan dan kesulitan itu.

Ya, saya harus memilih untuk membubuhkan lebih banyak rasa syukur, sehingga lebih banyak nikmat yang saya rasakan. Saya lebih memilih untuk membanjiri rasa bahagia setiap saat dalam hidup, terlepas dari apapun peristiwa itu. Dengan begitu, saya yakin akan datang lebih banyak kebahagiaan. Saya pun memilih untuk mengasihi ketimbang ikut-ikutan menangis. Sebab, jika ikut-ikutan bersedih, kita jadi lupa tindakan itu akan membuat saya justru tidak mengasihi diri sendiri.

Saya jadi ingat masa-masa kuliah dulu tahun 90-an. Waktu itu saya baru saja mengenal istilah community service atau bahasa Indonesia-nya kerja sosial. Bersama Yayasan Mata Hati yang didirikan Tante Marini, Shelomitha dan Rama Soeprapto, saya selalu mengunjungi anak-anak sakit di Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM) seminggu sekali.

Saya selalu membawakan buku cerita, balon, alat-alat menggambar, serta boneka tangan. Saya datang ke bangsal-bangsal dan menghibur mereka yang sakit itu, dengan membacakan dongeng atau sekadar memainkan boneka tangan. Harap maklum, mereka butuh dihibur, karena mereka harus tinggal cukup lama di bangsal itu. Sebab, kebanyakan dari mereka menderita leukimia dan talasemia, dimana beberapa di antara mereka sudah berbulan-bulan dirawat secara intensif.

Di awal-awal saya datang, ada orangtua pasien memelukku sambil menangis. Mereka pun berkeluh kesah tentang anak mereka, tentang nasibnya. Saya mengerti apa yang mereka rasakan. Tak heran, saya rela duduk di sebelah mereka, sambil ikut memeluk dan mendengarkan kisah mereka. Di akhir kisah, seringkali saya meneteskan air mata. Saya ingat betul saat itu, ketika Tante Marini (Ibunda penyanyi Shelomitha) melihat kondisi saya yang ikut larut dengan kisah sedih itu, tiba-tiba mencolek tanganku. Ia memberi isyarat untuk mengikuti beliau berjalan ke pojok ruangan. Sepertinya ada sesuatu yang ia ingin sampaikan.

“Hughes sayang, kita datang ke sini itu untuk meringankan beban mereka. Bukan ikut-ikutan menagis,” tutur Tante Marini lembut, tanpa bermaksud marah pada saya. “Dengan menangisi apa yang menjadi beban mereka, itu akan menjadikannya beban hidup kita. Bergembiralah! Sebab, kegembiraan itu yang membuat kita berada di sini. Mereka butuh itu”.

Saya tersadar. Saya ingat betul momentum itu, sampai suatu hari suami saya mengingatkan saya kembali. Bahwa dalam hidup ini saya punya peran. Punya tugas. Saya boleh memilih tugas yang saya inginkan. Setelah dipikir, saya memilih untuk mengambil tugask memelihara rasa gembira dan senang. Dua hal itu sudah pasti akan menaikkan semangat mereka. Semangat para pasien atau orangtua mereka.

Dengan memelihara gembira dan senang, saya bisa mengarahkan pembicaraan kami bukan terfokus pada penyakit yang mereka derita, tetapi justru kepada harapan-harapan yang mereka inginkan. Tentunya harapan positif. Tentu saja saya seperti harus menjadi moderator ulung. Moderator yang mampu membawa setiap pembicaraan, kembali ke pembicaraan yang gembira, positif dan membuat mereka meresa berubah menjadi lebih sehat.

Yap! Saya memilih untuk menyirami lebih banyak rasa syukur. Dengan begitu, saya akan banyak merasakan kenikmatan. Saya memilih untuk membubuhkan kebahagian setiap saat dalam hidup ini, terlepas dari apapun peristiwa itu. Sebab, hal itu akan membuatku semakin yakin akan datang lebih banyak kebahagiaan. Saya memilih untuk mengasihi dari ketimbang terseret pada kesedihan, ikut-ikutan menangis. Sebab, jika itu saya pilih, itu sama saja saya tidak mengasihi diri sendiri. So I choose to be happy!

Kalo ingat serangkaian peristiwa ini, saya seperti tersadar dan kembali membakarkan semangat saya untuk mengajak para remaja maupun mahasiswa untuk mau melakukan kerja sosial. Nah, kalo ada teman-teman yang ingin merasakan kebahagiaan seperti yang kini saya pilih, jangan ragu-ragu bilang sama saya. Saya bisa membuatkan pelatihan di Taman Bacaan@Mall (TBM@Mall) atau di Balai Belajar dan sharing pada Anda. Dan kita akan merasakan kebahagiaan itu bersama. Anda tertarik?

Rabu, 11 Agustus 2010

PELAJARAN DARI PUTRA

Aku belajar mengasihi dari kekasihku
Aku memahami ketulusan dan kekuatan kasih dari anakku, malaikat kecilku
Dan aku memahami ketegaran dan perjuangan hidup tanpa mengeluh dari Ibuku


Sehari menjelang bulan Ramadhan, saya dan team liputan tvOne mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang. Kebetulan selama bulan Ramadhan ini, saya dikontrak tvOne untuk mengisi segmen Opini Berbagi. Nah, di episode ini, saya menggunjunhi RSUD untuk menjumpai Putra. Ia adalah pasien berusia 14 tahun yang terkapar lunglai di tempat tidurnya, karena telah didiagnosa menderita kanker tulang ganas.




Saat ini kanker tulang atau osteopascoma memang banyak menyerang anak dan remaja usia 10-12 tahun. Ada yang beranggapan kanker tulang merupakan penyakit yang diturunkan. Ada pula yang menganggap kanker tulang ini sebagai penyakit kutukan, mungkin karena kasusnya relatif jarang terjadi. Tetapi bagaimanapun, sangat lebih baik jika kita sedikit banyak mengetahui perihal kanker tulang ini. Namun, analisa medisnya, penyebab penyakit ini diduga karena pola makan yang tidak sehat.

Biasanya kanker tulang muncul di bagian atas atau bawah lutut. Namun karena kanker sudah menjalar, maka kebanyakan penderita harus segera diamputasi. Ini pun dialami oleh Putra yang saya temui di RSUD Tanggerang ini. Beberapa hari lalu, ia harus menjalani operasi pemotongan seluruh kaki kirinya. Sebelumnya dokter sempat mengingatkan, bahwa kondisi operasi 50:50. Artinya, kemungkinan gagal bisa terjadi. Bila mengalami kegagalan operasi, risikonya kematian. Miris sekali mendengarnya bukan?

Menurut dokter ahli bedah, sebelum dilakukan operasi, biasanya dilakukan kemoterapi. Hal tersebut dilakukan, supaya tumor mengecil. Kemoterapi ini lumayan manjur untuk membunuh sel tumor yang sudah mulai menyebar. Jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup si pasien mencapai 60%. Bahkan sekitar 75% penderita bisa bertahan hidup sekitar 5 tahun setelah kanker tulangnya terdiagnosis (silahkan baca: http://artikelkesehatanq.blogspot.com/).






Siang itu, dengan diantar suster dan security, saya tiba di kamar tempat Putra dirawat. Saya melihat kondisi Putra begitu memprihatinkan. Sangat kurus, bagai tulang berbalut kulit. Saking kurusnya, kedua bola matanya terlihat seperti sangat besar. Namun dengan kondisi seperti itu, saya bersyukur sekali, kehadiran saya menyuntikkan semangat padanya. Ini saya simpulkan dari matanya yang berbinar-binar ketika memandang saya. Meski kemudian saya terperanjat, begitu tahu baru Putra baru saja diamputasi. Yap! DIA KEHILANGAN KAKINYA!

Dia mengulurkan tangannya. Tersenyum. Lalu ia mencium tangan saya. Sungguh mengharukan sekali. Saya kemudian mendekat, mengusap rambutnya yang basah oleh keringat. Maklumlah, ruang perawatan rumah sakit ini tidak dipasang penyejuk udara, tetapi menggunakan fasilitas ala kadarnya.

”Bagaimana kabarmu? Apa yang kamu rasakan?” tanya saya pelan, seperti sesorang tengah berbisik.

”Saya baik-baik saja,” jawab Putra pelan.

”Operasinya berjalan lancar ya? Kamu sempat takut atau cemas?” bisik saya lagi.

”Saya tidak takut. Saya berserah diri pada Allah, karena Allah adalah Tuhan saya,” tutur Putra. “Bude bilang, Tuhanlah yang menentukan hidup saya, bukan dokter. Jadi saya percaya pada Tuhan.”

Saya terenyuh mendengar penjelasan Putra. Rasanya air mata ini ingin menetes.

”Apa yang kamu minta kepada Tuhan?” pancing saya.

”Saya bilang, Tuhan saya mau hidup!”

Saya seperti tersedak. Bagaimana mungkin ia bilang baik-baik saja? Ada bercak darah masih menodai seprei dan kaosnya. Saya melihat itu. Saya juga meihat, hanya ada satu kaki yang tersisa dan ia terlihat sangat lemah. Bagaimana bisa anak sekecil ini mengatakan kepada diri, pikirannya, tubuhnya, jiwanya, kalo ia mau hidup? Sungguh luar biasa!

“Kamu hebat Putra!” puji saya. “Tante Hughes salut deh sama kamu. Tadinya, tante pikir ke sini mau menghibur kamu, tetapi teryata malah hati tante yang terhibur.”




Barangkali memang begitu kali ya? Setiap hari, setiap hembusan nafas, setiap langkah baik yang menurut kita enak dan nggak enak, secara pasti membawa kita pada kebaikan. Bukankah hidup harus seimbang? Ada siang, pasti ada malam. Ada besar, pasti ada yang kecil. Ada anak yang punya orangtua, ada pula yang yatim piatu. Ada yang orang miskin, ada orang kaya. Ada yang datang, tentu ada yang pergi. Begitulah keseimbangan. Sepertinya kok ngga sesuai dengan yang kita inginkan ya?

Tapi begitulah alam semesta. Alam yang membuat semua menjadi seimbang. Seperti kalo kita mau mengisi air ke dalam gelas. Kalo di gelas itu ada airnya, tentu nggak akan bisa kita isi. Jadi harus dikosongkan dulu, baru kemudian nanti diisi dengan air yang lebih baik. Begitu pula dengan sahabat baru saya, Putra. Harus ada yang ia ikhlaskan hilang dari tubuhnya. Namun yakinlah ada kebaikan lain sebagai penyeimbang yang akan datang buatnya.

Dia tersenyum. Mengangguk pelan. Dia tampak tenang sekali. Ah, rupanya penjelasan saya itu cukup dimengerti oleh Putra. Syukurlah kalo begitu.

“Putra mau makan yang banyak supaya cepat pulih kan?” tanya saya.

Putra mengangguk. Lagi-lagi sambil tersenyum.

Oh iya, saya juga belajar tentang satu rahasia lagi atas kesembuhan Putra, dimana harusnya kita syukuri dan nikmati dengan penuh sukacita. Satu hal yang Tuhan sudah siapkan buat kita itu adalah oksigen. Ia selalu kita ambil dengan gratis, tetapi banyak yang tidak bersyukur.




“Kamu pernah dengar ngga ada orang meninggal gara-gara ngga makan 2 hari atau 1 minggu?” tanya saya seraya memancing.

Putra menggeleng serius.
”Tapi kamu pernah dengar ngga ada orang yang bisa bertahan hidup meski tidak bernafas selama 3 menit aja?” pancing saya lagi.

Putra menggeleng lagi. Wajahnya masih serius.

Pertanyaan saya kemudian dimengerti oleh Putra. Bahwa ada sari kehidupan pada oksigen yang diberikan Tuhan pada ummatnya. Oleh karena itu, mumpung gratis, hirup oksigen sebanyak-banyaknya. Yakinkah oksigen yang kita hirup, mampu membantu kesembuhan kita.

Rasakan oksigen masuk ke paru-parumu. Kemudian merambat ke jantung, lambung, ginjal, otak dan juga kebagian tubuhmu yang sakit. Selagi menghirup, katakan: aku menghentikan kanker ini menjalar pada setiap tarikan nafasku! Rasakan perubahannya, pasti kita akan sembuh dari penyakit. Namun tentu saja ditambah dengan doa kepada Tuhan sebagai pemberi kehidupan.

Itulah hakekat hidup. Bahwa saya melihat kekuatan pikiran dan jiwanya dapat mengalahkan ketakutan, termasuk dalam kegagalan operasi dan kesakitan setelah operasi. Itu pelajaran yang saya dapat dari Putra. Anak muda ini memang sangat dahsyat!.

Saya belajar suka cita dan kekuatan pikiran dari Putra. Saya memetik sukacita, perasaan bahagia yang tak terperi. Sebuah energi yang sangat kuat, yang Putra kirim kepada saya. Saya merasa seperti handphone yang baru di-charge.



Ternyata benar. Kita menarik apa yang kita yakini dalam batin kita. Setiap kondisi, setiap orang, dan setiap situasi yang kita tarik dan kita alami, berasal dari apa yang ada dalam batin kita. Mungkinkah kita meminta sistem yang lebih hebat daripada sistem ini? Ini mengingatkan saya pada tulisan pada buku The Secret:

Hidup kita adalah cerminan dari apa yang kita yakini dalam batin kita, dan apa yang kita yakini dalam batin kita selalu dibawah kendali kita”.

Sengaja saya menulis kisah ini agar selalu ingat bagaimana Putra telah mengajari saya tentang rasa syukur dan suka cita. Malam hari, saya tersenyum sepanjang malam, over excited, dan tidak bisa tidur saat mengingat pertemuan saya dengan Putra yang luar biasa itu. Besok saya mau berkunjung ke rumah sakit lagi. Ada ‘tetangga’ Putra yang minta ditengok. Saya yakin, akan ada pelajaran yang berharga lagi yang akan saya dapat dari kunjungan besok.

Minggu, 08 Agustus 2010

HYPNOSIS: TAK KENAL MAKA TAK SAYANG

Belakangan ini kalo diajak bicara atau mendengar orang bicara tentang hipnotis, yang terlintas di benak saya nama Uya Kuya. Harap maklum, sebagai seorang penyanyi dan presenter yang karirnya sempat redup, namun tiba-tiba muncul kembali di layar kaca dengan brand baru, yakni seorang penghipnotis ulung!

Mungkin berlebihan atau memang saya berlebihan berpendapat seperti itu ya? Berpendapat soal Uya dengan brand baru, yang mampu menghipnotis orang, sehingga orang bisa menurut perintah pria ini. Namun yang pasti, teman saya Uya Kuya ini belakangan memang telah mempopolerkan hipnotis sebagai sebuah ilmu yang bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Kok seperti tagline minuman soda ya?

Saat sedang bersantai di ruang tengah, saya menyaksikan program televisi, dimana program tersebut sedang menampilkan kepiawain Uya menghiptonis seorang pria muda pengunjung mall. Sebelum pria tersebut terhipnotis, Uya sempat membakar sebuah tissue. Sambil menghitung beberapa detik, pria yang baru ditemui di mall tersebut langsung tertidur dan mengikuti apa saja kata-kata dan perintah Uya. Hebatnya lagi, Uya bisa membongkar berbagai rahasia pria ini di tempat umum, dimana pada saat membongkar rahasisa ada banyak penonton.


Saya sedang mengajarkan hypnosis pada para orangtua yang anak mereka yang mengikuti Danone Presenter Kids beberapa waktu lalu.

Tidak jarang banyak orang tertawa terpingkal-pingkal, saat pria tersebut membuka rahasianya yang dianggap konyol oleh pengunjung. Uya tak peduli rahasia-rahasia diri si pria dibongkar di depan umum. Padahal orang awam pasti merasa pria itu benar-benar sedang ’ditelanjangi’.

Setelah beberapa rahasia sudah dibeberkan dan memancing gelak tawa penonton, Uya pun mengakhiri hipnotisnya pada si pria tersebut. Ketika dibangunkan dari pengaruh hipnotis, pria itu tampak seperti orang bingung. Ia seolah tidak ingat apa yang sudah dikatakannya. Pria itu baru merasa malu dan tertawa saat Uya memperlihatkan hasil rekaman saat pria tersebut terhipnotis.

”Mengagumkan!”
”Mengagumkan?”
”Mengagumkan sih, tetapi....”

Begitulah pikir saya. Awalnya tanda seru, kemudian tanya tanya, tetapi kemudian menjadi ragu-ragu. Kenapa ragu? Sebab, timbul pertanyaan. Apa iya, hipnotis itu bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja?

Menarik juga ya? Kalo siapa saja bisa menjadi seorang hypnotist (sebutan untuk orang yang bisa melakukan hipnotis atau hypnosis), pasti banyak orang yang juga bisa belajar menjadi hypnotist untuk berbagai tujuan. Ya, seperti Uya Kuya itu. Saya membayangkan, andai saja tiap hakim adalah juga seorang hypnotist, ia pasti mampu menghipnotis koruptor yang sedang diadili. Gara-gara hipnotis itu sang koruptor bisa mengakui perbuatannya.




Wah, serem juga ya kalau banyak orang bisa hipnotis? Serem juga kalo bisa memanfaatkan ilmunya itu untuk kepentingan yang tidak semestinya. Saya membayangkan, betapa malu saya saat berjalan di mall tiba-tiba ada orang datang dan langsung mengatakan: ”Perhatikan tisu ini baik-baik ya, mbak!”

Mirip dengan apa yang Uya lakukan pada pria yang baru dikenal di mall itu.

”Setelah melihat saya membakar tissu ini, maka mbak akan tidur dengan sangat lelap”.

Begitu saya terlelap, saya kemudian membeberkan rahasia hidup di depan orang banyak. Kisah hidup saya itu menjadi bahan tertawaan orang-orang itu. Namun semua di luar kontrol saya, karena saya sudah terhipnotis. Benarkah demikian?

Apakah orang yang terhipnotis menjadi kehilangan kesadaran (unconsious), sehingga tidak punya kemampuan untuk mengatakan tidak? Apakah itu juga berarti kita tidak mempunyai lagi total kontrol terhadap pikiran, perasaan dan tubuh kita? Kalo jawabannya kita tidak bisa mengontrol, berarti kita gampang dijadikan obyek kepentingan orang lain alias ’dikerjain’. Ya, seperti Uya lakukan di program televisi itu.

Saya sempat dinasehati untuk tidak menatap mata orang asing, terutama laki-laki. Kata orang yang menasehati saya, nanti kalo saya menatap mata orang asing itu bisa kena hipnotis. Sebab, kebanyakan orang yang pandai hipnotis adalah laki-laki. Apakah benar begitu?

Beberapa pertanyaan tentang hipnotis, muncul lagi di benak saya. Apakah hanya orang-orang yang lemah kemampuan otaknya (weak mindedness) yang mudah terhipnotis? Lalu bagaimana jika seorang tidak bisa lagi bangun dari pengaruh hipnotis? Apakah ada orang yang mati karena hipnotis? Apa sih sebenarnya ilmu hipnotis ini? Apa iya ilmu ini seseram itu? Ilmunya yang seram atau orang-orangnya yang memang seram? Atau persepsi kita yang seram?


Salah satu anak yang sempat mengikuti praktek hypnosis sempat tertidur pulas.


Saya matikan pesawat televisi di ruang tengah dan merenung. Saya berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Akhir dari perenungan itu, saya memutuskan untuk menghadapi rasa takut dan tidak nyaman dengan mengikuti langsung kursus fundamental hypnotheraphy. Kursus ini hasil rekomendasi beberapa orang terpercaya.

Ternyata keputusan saya untuk mempelajari ilmu yang menggegerkan ini, membuat saya jadi malu. Saya malu pada kebiasaan buruk saya ikut kelompok masyarakat Indonesia yang skeptik, tebak-tebak, dan menuduh tanpa mencari kebenaran. Kursus fundamental hypnotheraphy merubah pola pikir saya terhadap hipnotis yang sebelumnya saya anggap negatif.

Saya belajar fundamental hypnotheraphy tidak setengah-setengah. Rasa ingin tahu saya cukp besar. Bahkan saya bersedia maju ke depan kelas hanya untuk secara rela merasakan bagaimana dihipnotis.

Proses hypnosis dilakukan dengan meminta saya mengubah konsentrasi dari fokus eksternal menjadi fokus internal. Dalam keadaan fokus, sangat mudah bagi saya untuk masuk dalam kondisi hypnosis. Kondisi kerelaan atau memberi kepercayaan kepada hypnotist, adalah satu point penting. Sebab, hypnosis tidak akan berjalan kalau seseorang tidak berkenan atau tidak mengijinkan dirinya dihipnotis. (bahasa kerennya surrender will).

Sungguh di luar dugaan saya. Hypnosis tidak ada hubungan sama sekali dengan klenik, apalagi kesaktian seseorang. Memang, kata hypnos diambil dari bahasa Yunani yang berarti Dewi Tidur. Biasanya orang datang ke Sleep Temples –candi yang diperkirakan berdiri tahun 3000-1000 sebelum Masehi- untuk tujuan pengobatan. Banyak orang percaya, bahwa dengan tidur di kuil itu bisa menyembuhkan penyakit. Barangkali itulah yang dianggap orang mendekati ke klenik.

Sedangkan kata tist dari kata hipnotist berarti ilmu. Baru kemudian di tahun 1795-1860, James Braid mencetuskan teori neurypnology yang lebih populer dengan istilah hypnosis. Braid dikenal sebagai Bapak hypnosis. Ilmu ini kemudian mengalami perkembangan di tahun 1901-1980 dan menjadi hypnotheraphy lewat si genius Dr Milton Erickson yang dikenal sebagai Bapak Hypnotherapy Modern.

Proses hypnosis adalah proses merubah kondisi kesadaran penuh (normal state) ke kondisi hypnosis state, yaitu kondisi dimana manusia cenderung lebih sugestif. Dengan kondisi sugestif, manusia dapat menerima saran-saran yang dapat menjadi nilai baru.

Manusia ternyata bisa mememasuki pikiran bawah sadar seperti tertidur lelap. Namun pada saat yang bersamaan tetap bisa mendengar dan mengontrol pikiran, perasaan dan tubuhnya sendiri. Dengan kemampuan mengontrol, orang tidak kehilangan kesadaran seperti orang pingsan. Artinya orang yang mengalami kesulitan untuk fokus, tidak bisa melalui seseorang dapat memasuki hypnosis state. Itu terjadi dengan bervariasi untuk setiap situasi dan kondisi, mulai tingkatan sugestif ringan (light) sampai dengan sugestif ekstrim (deep).

Setelah saya belajar dan Anda membaca proses di atas tadi, jadi proses menghipnotis seseorang tidak sesederhana seperti show yang Anda saksikan di tayangan televisi. Uya tidak mudah membongkar rahasia seseorang dengan mudah. Seakan orang tersebut (yang dihipnotis-pen) didorong untuk membuka rahasianya sendiri (revelation of secrets). Revelation of secret baru bisa terjadi, dalam kondisi hypnosis yang sangat dalam atau berada pada sugestif ekstrim (deep). Hal itu berarti memerlukan proses panjang.

Berkaca pada show Uya Kuya, saya jadi mengerti, ternyata ada hypnosis yang memang dimanfaatkan untuk tujuan show dan memang ada yang ditujukan untuk theraphy atau hypnotheraphy. Kalo dalam rangka show, sudah pasti urusannya pada durasi. Sangat tidak mungkin proses yang cukup panjang diceritakan via program tersebut. Harap maklum, bagi televisi setiap detik sangat berarti. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan proses penghipnotisan seseorang itu tidak seluruhnya dimunculkan, tetapi semua sudah melewati proses editing. Singkatnya, beberapa langkah menuju hypnosis state tidak ditayangkan di televisi.

Soal rahasia-rahasia yang bisa membuat penonton tertawa, itu merupakan bagian dari show. Meklumlah, sebuah show harus ada unsur menghibur dan menarik perhatian. Semakin menguras emosi penonton, semakin menarik. Dengan kondisi seperti itu, tidak heran bila persepsi orang tentang hypnosis bisa terbalik 180 derajat. Orang menjadi takut dihipnotis, karena takut melakukan hal-hal bodoh di luar kendali pikirannya sendiri, seperti menggonggong atau membuat gerakan-gerakan lucu.

Seperti sebilah pedang, hypnosis dapat memberi manfaat, juga tidak sedikit yang bahaya. Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan untuk memanfaatkan ilmu ini. Di sisi lain, hypnosis menyumbangkan banyak manfaat positif dalam dunia pendidikan, kedokteran, kesehatan jiwa, maupun konsultasi keluarga. Bahkan hypnosis bisa mengubah sebuah kebiasaan dan bahkan untuk anastesi (pembiusan untuk tujuan operasi). Luar biasa bukan?

Menurut Kirdi Putra Cht, CHI, NLP, hypnosis atau hipnotis adalah sebuah alat (tools) yang dapat dugunakan untuk berbagai macam keperluan. Selain untuk meningkatkan kepercayaan diri, hypnosis juga bisa untuk membangkitkan motivasi dari dalam, termasuk mengubah kebiasaan seseorang. Ketika kita ingin mengubah kebiasaan merokok, gigit jari, emosi, makan banyak dan lain-lain, maka kita bisa datang ke seorang profesional therapist (hypnotherapist).

Nah, sekarang tidak ada lagi alasan untuk takut terhadap hypnonis atau hipnotis. Tak perlu lagi takut bila bertemu dengan seorang hypnotis. Ya, ibarat pepatah, tak kenal maka tak sayang.


all photos copyight by Brillianto K. Jaya